Thursday, September 24, 2015

Solusi Percepatan Penyerapan Anggaran Melalui Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012



Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setelah dua tahun diundangkan.
Hasil evaluasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 menunjukkan bahwa
implementasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih menemui berbagai kendala.
Kendala utamanya antara lain keterlambatan pelaksanaan Proses Pengadaan
Barang/Jasa dan rendahnya penyerapan anggaran.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah melakukan penyempurnaan kembali
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Kedua atas Presiden Nomor 54 Tahun 2010 lebih menekankan pada upaya percepatan
penyerapan anggaran dan menghilangkan berbagai multitafsir. Dalam rangka
percepatan penyerapan anggaran, Pemerintah melakukan perubahan yang cukup
signifikan terkait proses Pengadaan Barang/Jasa. Sementara itu, klausul-klausul
yang selama ini menimbulkan multitafsir juga mengalami perubahan. Multitafsir
dianggap dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Terdapat tiga tujuan dilakukannya perubahan kedua atas Presiden Nomor 54
Tahun 2010. Pertama, mempercepat pelaksanaan anggaran baik APBN maupun APBD;
Kedua, menghilangkan dan memperjelas multitafsir; dan ketiga, memperjelas arah
reformasi kebijakan pengadaan. Berikut akan diuraikan secara singkat
garis-garis besar Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012  tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010  berdasarkan
tujuan tersebut di atas.
Pertama, ketentuan-ketentuan dalam rangka mempercepat pelaksanaan APBN/APBD
antara lain: 1) Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (procurement plan)
dan penyusunan rencana penarikan (disbursment plan); 2) Mewajibkan
proses pengadaan sebelum Dokumen Anggaran disahkan dengan menyediakan biaya
pendukung dan Penetapan/Pengangkatan Pengelola Pengadaan (PPK, Pokja
ULP/Pejabat Pengadaan, Bendahara, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, dan
lain-lain) tidak terikat tahun anggaran; 3) Menaikkan nilai Pengadaan Langsung
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 200
juta; 4) Menaikan batas (threshold) nilai pengadaan dengan Pelelangan
Sederhana/Pemilihan Langsung dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Milyar; 5)
Pengecualian persyaratan sertifikat bagi PPK yang dijabat oleh Eselon I dan II
dan PA/KPA yang bertindak sebagai PPK dalam hal tidak terdapat pejabat yang
memenuhi persyaratan; 6) Penugasan menjawab sanggahan banding Pimpinan
Kementereian/Lembaga/Institusi dan Kepala Daerah kepada Pejabat dibawahnya; 7)
Memperjelas persyaratan untuk Konsultan Internasional dengan menyesuaikan
terhadap praktek bisnis di dunia internasional; dan 8) Penambahan metode
Pelelangan Terbatas untuk Pengadaan Barang. Sebelumnya Pelelangan Terbatas
hanya untuk Pekerjaan Konstruksi.
Kedua, untuk menghilangkan dan memperjelas multitafsir, maka dilakukan
beberapa perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010  antara lain: 1) Sanggahan hanya untuk peserta yang
memasukan penawaran. Peserta yang mendaftar tetapi tidak memasukkan penawaran
tidak berhak melakukan sanggahan; 2) Keberadaan ULP di daerah hanya 1 (satu) di
masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota; 3) Penanggung jawab proses pemilihan
penyedia adalah Kelompok Kerja (Pokja) ULP; 4) Penyetaraan teknis dapat
dilakukan untuk pelelangan metode dua tahap; dan 5) Nilai Jaminan Sanggah
Banding ditetapkan menjadi 1% (satu perseratus) dari nilai total HPS.
Sebelumnya, nilai Jaminan Sanggah Banding ditetapkan sebesar 2/1000 (dua
perseribu) dari nilai total HPS atau paling tinggi sebesar Rp. 50 juta.
Ketiga, perubahan-perubahan yang bertujuan untuk memperjelas arah reformasi
kebijakan pengadaan antara lain: 1) Lampiran Peraturan Presiden dijadikan
Keputusan Kepala LKPP (dengan persetujuan Menteri yang membidangi urusan
pemerintahan di bidang Perencanaan Pembangunan Nasional). ; 2) Mempertegas
adanya mainstream Regular Bidding dan Direct Purchasing; 3)
Penambahan barang yang Direct Purchasing ditentukan oleh Kepala LKPP.
Hal menarik yang perlu dibahas adalah perubahan metode Pengadaan
Barang/Jasa. Demi percepatan penyerapan anggaran, dilakukan perubahan yang
sangat mendasar terhadap metode Pengadaan Langsung (Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya), Pelelangan Sederhana (Pengadaan Barang/Jasa Lainnya),
Pemilihan Langsung (Pekerjaan Konstruksi), dan Seleksi Sederhana (Jasa
Konsultansi).
Batasan nilai untuk Pengadaan Langsung dinaikan dari Rp. 100 juta menjadi
Rp. 200 juta, kecuali untuk Jasa Konsultansi yang nilainya tetap Rp. 50 juta.
 Namun ditegaskan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dilarang
menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket
pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.
Larangan ini berlaku pada saat penyusunan anggaran, penyusunan Rencana Umum
Pengadaan, maupun pada saat persiapan pemilihan Penyedia.
Pelelangan Sederhana dan Pemilihan Langsung batasan nilainya juga dinaikkan
dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Miliar. Selain batasan nilainya dinaikan,
proses pengadaannyapun dapat dipersingkat. Perubahan waktu dalam proses Pemilihan
langsung/Pelelangan Sederhana mencakup: Pengumuman minimal 4 (empat) hari
kerja, Pendaftaran 5 (lima) hari kerja, pemasukan dokumen 1 (satu) hari kerja,
lamanya evaluasi tergantung kompleksitas pekerjaan, masa sanggah dipersingkat
menjadi 3 (tiga) hari kerja, jawaban sanggahan paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sejak sanggahan diterima, sanggahan banding maksimal 3 (tiga) hari kerja
sejak jawaban sanggah diterima,  dan jawaban sanggahan banding paling
lambat 5 (lima) hari kerja. Sementara itu untuk Seleksi Sederhana Jasa
Konsultansi, batasan nilainya tetap Rp. 200 Juta, namun  waktu proses
pemilihannya dipersingkat sama halnya dengan Pemilihan langsung/Pelelangan
Sederhana.
Hal lain yang juga dianggap sering memperlambat proses pemilihan penyedia
adalah lamanya jawaban Sanggah Banding dari Pimpinan
Kementerian/Lembaga/Institusi atau Kepala Daerah. Keterlambatan tersebut
dianggap wajar karena banyaknya agenda kegiatan yang berkaitan dengan jabatan
sebagai Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Kepala Instistusi. Oleh karena
itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 diatur lebih jelas tentang
pendelegasian menjawab Sangahan Banding. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Institusi
dapat menugaskan kepada Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II untuk menjawab Sanggahan
Banding. Untuk Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota dapat menugaskan
kepada Sekretaris Daerah atau Pengguna Anggaran untuk menjawab sanggahan
banding. Penugasan tersebut tidak berlaku jika Pejabat dimaksud merangkap
sebagai PPK atau Kepala ULP untuk paket kegiatan yang disanggah.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan (1 Agustus 2012). Dengan demikian, Pengadaan Barang/Jasa yang
dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus 2012 berpedoman pada Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 dengan terlebih dahulu melakukan revisi Rencana Umum
Pengadaan (RUP) dan RUP tersebut kemudian ditayangkan di website K/L/D/I.
Pengadaan Barang/Jasa yang sementara dilaksanakan dilanjutkan dengan tetap
berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sementara itu,
Perjanjian/kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian/kontrak.




No comments:

Post a Comment