Thursday, September 24, 2015

Apakah KTA KADIN dapat menjadi persyaratan pelelangan?

Pagi ini saya membaca pertanyaan yang
diajukan oleh salah seorang pembaca di page facebook saya yang intinya
menanyakan apakah Kartu Tanda Anggota (KTA) Kamar Dagang dan Industri
(KADIN) dapat dijadikan dasar untuk persyaratan pelelangan dan dapat
menggugurkan apabila tidak dipenuhi?
Pertanyaan ini juga pernah diajukan
beberapa bulan lalu melalui inbox FB saya dan setelah bolak balik tanya
jawab sang penanya tidak menjawab lagi permintaan saya untuk mengirimkan
surat edaran kepala daerah yang mewajibkan hal ini.
Untuk memperjelas hal tersebut, maka dibawah ini adalah uraian dan pendapat saya.
Persyaratan penyedia barang/jasa
pemerintah diatur dalam Pasal 19 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54
Tahun 2010 dan Perubahannya.
Khusus persyaratan ijin usaha, diatur dalam Pasal 19 Angka 1 Huruf a
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya yang berbunyi “memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan
usaha.”
Hal ini berarti setiap persyaratan mengenai ijin usaha yang
ditetapkan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP)
wajib didasarkan kepada peraturan perundang-undangan.
Dasar hukum pembentukan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) adalah
Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri.
Pada Penjelasan Pasal 10 UU Nomor 1
Tahun 1987 disebutkan bahwa “Ketentuan pasal ini memberikan hak kepada
Kamar Dagang dan Industri untuk mengatur dirinya sendiri dalam hal
menentukan bentuk dan susunan organisasi, serta keanggotaan dan
lain-lainnya atas dasar musyawarah. Mengenai susunan organisasi dan
kedudukannya serta hubungan antara Kamar Dagang dan Industri pusat dan
daerah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan
tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini, misalnya dalam
melakukan kegiatan harus tetap memperhatikan ketentuan Pasal 7. Mengenai
keanggotaan, dalam Anggaran Dasar diatur, antara lain, jenis dan
kedudukan serta hak dan kewajiban, termasuk dalam kaitannya dengan
peranan organisasi pengusaha dan/atau organisasi perusahaan. Kamar
Dagang dan Industri sebagai wadah pengusaha hendaklah benar-benar dapat
dirasakan dukungan dan manfaatnya secara umum bagi para anggotanya dan
sebaliknya dukungan aktif para anggota merupakan faktor yang penting
bagi Kamar Dagang dan Industri. Oleh karena itu, mengenai keanggotaan diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan pengusaha Indonesia yang bersangkutan.”
Penjelasan pasal ini jelas menyebutkan
bahwa bentuk keanggotaan KADIN adalah bersifat sukarela dan diserahkan
sepenuhnya kepada pertimbangan pengusaha itu sendiri, sehingga tidak
diperbolehkan adanya kewajiban menjadi anggota KADIN melainkan atas
dasar manfaat bagi calon anggota itu sendiri.
Memang hal ini menjadi rancu dengan
munculnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2010 yang
mewajibkan seluruh pengusaha Indonesia menjadi anggota KADIN dan
mendaftar pada KADIN. Rancunya adalah, Keppres Nomor 17 Tahun 2010 ini
merupakan persetujuan Perubahan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah
Tangga (ART) KADIN.
AD dan ART sebenarnya merupakan aturan
internal sebuah organisasi, sehingga hanya mengikat kepada anggota yang
terdaftar pada organsiasi tersebut, tidak mengikat kepada pengusaha yang
tidak terdaftar dalam sebuah organisasi. Sehingga pengenaan ketentuan
kewajiban kepada seluruh pengusaha ini sebenarnya tidak sesuai dengan
semangat Pasal 10 UU Nomor 1 Tahun 1987.
Dari segi hukum, Keppres juga tidak
termasuk dalam peraturan perundang-undangan sesuai ketentuan UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hirarki
peraturan perundang-undangan dimulai dari yang paling tinggi hingga
paling rendah adalah: UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(Perpres), Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota.
Mengenai persyaratan dalam pelelangan,
Pasal 5 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya menegaskan bahwa
salah satu prinsip dasar pengadaan barang/jasa adalah terbuka, bersaing,
dan adil/tidak diskriminatif. Dengan mempersyaratkan KTA KADIN dalam
proses pelelangan, hal ini dapat menciderai prinsip tersebut.
Pokja ULP juga tidak diperbolehkan
menambah persyaratan yang bersifat diskriminatif serta diluar ketentuan
yang tercantum dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya sesuai
ketentuan pada Pasal 56 Angka 10.
Apabila persyaratan tersebut didasarkan
oleh surat edaran atau peraturan kepala daerah, maka surat edaran atau
peraturan tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 129 Angka 3 yang
berbunyi “Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai APBD, apabila
ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah/Pimpinan
Institusi Pengguna APBD, harus tetap berpedoman serta tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.”
Mari dalam pelelangan kita fokus saja
terhadap pemenuhan penyediaan barang/jasa yang dibutuhkan. Jangan
menambah-nambah persyaratan yang tidak berkorelasi langsung terhadap
tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah. Persyaratan kualifikasi sudah
mencukupi dengan Pasal 19 Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, tidak
perlu menambah aturan-aturan lain lagi yang tujuannya mempersulit
penyedia untuk memasukkan penawaran, atau titipan dari oknum tertentu
untuk mengatur proses pelelangan agar hanya dapat dipenuhi oleh penyedia
tertentu.

No comments:

Post a Comment