Thursday, September 24, 2015

Pemutusan Kontrak Dan Sanksi Blacklis (Bagian 2, habis)



Pengenaan sanksi pencantuman dalam daftar hitam (blacklist) secara
eksplisit telah diatur melalui Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 7 Tahun 2011
tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam. Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 106 Tahun 2007 merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai
tugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam Perka LKPP Nomor 7 Tahun 2011 dijelaskan tentang definisi daftar
hitam, yaitu daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau
Penerbit Jaminan yang dikenakan sanksi oleh Pengguna  Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran berupa larangan ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa
diseluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi lainnya.
Setidaknya ada tiga hal menyangkut blacklist yang tergambar dari
definisi tersebut, yaitu: 1). Subjek yang dapat dikenakan sanksi blacklist
adalah Penyedia Barang/Jasa (baik berupa badan usaha maupun perorangan) dan
Penerbit Jaminan (Bank Umum, Asuransi atau Perusahan Penjamin); 2). Subjek yang
mempunyai kewenangan mengenakan sanksi blacklist adalah Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; dan 3). Subjek yang dikenakan sanksi blacklist
dilarang ikut  serta  dalam  proses  pengadaan 
barang/jasa diseluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi
lainnya. Pengenaan blacklist tersebut dapat dilakukan pada tahap
proses pemilihan barang/jasa (proses pelelangan/tender) maupun pada tahap
kontrak.
Pada tahapan proses pemilihan barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat
dikenakan sanksi blacklist apabila: 1). terbukti melakukan KKN,
kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh
instansi yang berwenang; 2). mempengaruhi ULP (Unit Layanan Pengadaan)/Pejabat
Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)/pihak lain yang berwenang dalam bentuk
dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen
Pengadaan dan/atau HPS yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat;
3). mempengaruhi  ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam
bentuk dan cara apapun, baik langsung  maupun tidak langsung guna memenuhi
keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan  prosedur yang telah
ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan; 4). melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa
lain untuk  mengatur Harga Penawaran diluar prosedur pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan
persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain; 5). membuat dan/atau
menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi
persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan; 6).
mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan;
7). membuat  dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang
tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
8). mengundurkan diri pada masa  penawarannya masih berlaku dengan alasan
yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan; 9). menolak untuk
menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran dibawah 80% HPS; 10).
mengundurkan diri/tidak hadir bagi calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1
(satu) dan 2 (dua) pada saat pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak
dapat diterima  oleh  ULP/Pejabat  Pengadaan dalam pelaksanaan
pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya; 11). mengundurkan
diri/tidak hadir bagi pemenang dan pemenang cadangan  1 (satu) dan 2 (dua)
pada saat klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya dengan alasan yang tidak
dapat  diterima  oleh  ULP/Pejabat  Pengadaan dalam
pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi; 12). memalsukan data tentang Tingkat
Komponen Dalam Negeri; 13). mengundurkan diri bagi pemenang dan pemenang
cadangan 1 (satu)  dan 2 (dua) pada saat penunjukan Penyedia Barang/Jasa
dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK; dan/atau 14). mengundurkan
diri  dari  peraksanaan penandatanganan  kontrak dengan
arasan  yang  tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat
diterima  oleh PPK.
Pada tahapan kontrak, Penyedia Barang/Jasa yang telah terikat kontrak
dikenakan sanksi blacklist apabila: 1). terbukti melakukan KKN,
kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan kontrak yang diputuskan
oleh instansi yang berwenang; 2). menolak menandatangani Berita Acara Serah
Terima Pekerjaan; 3). mempengaruhi PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik
langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan
dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Kontrak, dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan; 4). melakukan  pemalsuan dokumen
yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk pertanggungjawaban keuangan;
5). melakukan perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan
tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
sehingga dilakukan pemutusan kontrak sepihak oleh PPK; 6). meninggalkan pekerjaan
sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggungjawab; 7). memutuskan
kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia  Barang/Jasa; dan/atau
8). tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang
mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara.
Bagi Penerbit Jaminan dikenakan sanksi blacklist 
apabila  tidak  mencairkan  jaminan dengan  tanpa 
syarat  (unconditional) sebesar nilai Jaminan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pernyataan wanprestasi dari
PPK/ULP diterima oleh Penerbit Jaminan.
Penyedia Barang/Jasa maupun Penerbit Jaminan yang telah dikenakan sanksi blacklist
dilarang ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa diseluruh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi lainnya selama
kurun waktu 2 (dua) tahun lamanya sejak sanksi tersebut ditetapkan.
Pejabat yang mempunyai kewenangan dalam menetapkan sanksi blacklist
hanyalah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melalui usulan dari
PPK/ULP/Pejabat Pengadaan. Setelah sanksi blacklist ditetapkan, maka
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mengirimkan dokumen penetapan
tersebut kepada Penyedia Barang/Jasa atau Penerbit Jaminan yang terkena sanksi blacklist,
PPK/ULP/Pejabat Pengadaan yang mengusulkan, dan Kepala LKPP. Dalam rangka
mewujudkan prinsip tranparansi dan agar masyarakat luas mengetahuinya, maka
Kepala LKPP mengumumkan penetapan blacklist tersebut melalui Portal
Pengadaan Nasional (www.inaproc.lkpp.go.id)
paling lambat lima hari kerja setelah menerima dokumen penetapan dari Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Blacklist hanyalah salah satu jenis sanksi dalam Pengadaan
Barang/Jasa, namun merupakan sanksi terberat bagi Penyedia atau Penerbit
Jaminan. Oleh karena itu, penetapannyapun harus melalui pertimbangan yang
objektif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat
dipertanggungjawabkan.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi dampak pengenaan sanksi blacklist,  yaitu
efek jera dan pembelajaran kepada Penyedia dan Penerbit Jaminan. Pengenaan
sanksi blacklist jika diterapkan dengan sebenarnya maka akan mengikis
secara perlahan-lahan Penyedia Barang/Jasa atau Penerbit Jaminan yang tidak
professional dan melindungi mereka yang profesional. Pada akhirnya yang survive
adalah mereka yang andal dan dapat dipercaya, dengan demikian akan terwujud
Pengadaan Barang/Jasa yang kredibel. Pengadaaan yang kredibel mensejahterakan
bangsa.


1 comment:

  1. How to deposit with a bonus: Online casino bonus codes
    How 1xbet korean to deposit and withdraw online casino bonuses are some of the most popular ways kadangpintar to deposit 제왕카지노 online in India. We've listed the best online casino bonus codes here.

    ReplyDelete