Thursday, September 24, 2015

Pemutusan Kontrak: Uji Nyali Di Bulan Desember



Mendekati batas akhir tahun anggaran, banyak hal yang menjadi pertanyaan
antara lain: apakah dalam sisa waktu yang ada Penyedia mampu menyelesaikan
pekerjaannya?; bagaimana jika sampai dengan batas akhir tahun anggaran ternyata
pekerjaan tidak selesai?; dan apa yang harus dilakukan oleh para pihak yang
terlibat dalam pengadaan barang/jasa maupun pengelolaan keuangan dalam
menghadapi pekerjaan yang belum selesai menjelang akhir tahun anggaran?
Penyelesaian suatu pekerjaan sangat tergantung dari beberapa hal, antara
lain: lamanya jangka waktu pelaksanaan, kemampuan Penyedia dalam melaksanakan
pekerjaan (modal, peralatan dan tenaga ahli), Pengendalian pelaksanaan kontrak,
dan jenis kontrak yang digunakan.
Lamanya jangka waktu pelaksanaan harus disesuaikan dengan kompleksitas suatu
pekerjaan. Penyedia dengan modal, peralatan, dan tenaga ahli yang memadai harus
mampu menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam
kontrak. Disamping itu, PPK wajib melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan
kontrak. Tak kalah pentingnya juga adalah jenis kontrak yang digunakan. Untuk
kontrak tahun tunggal, jangka waktu pelaksanaan pekerjaannya harus
memperhatikan batas akhir tahun anggaran.
Dalam kontrak pengadaan barang/jasa, terdapat 2 (dua) alternative yang
dilakukan untuk mengakhiri kontrak, yaitu penghentian kontrak atau pemutusan
kontrak. Pemilihan salah satu dari dua alternative tersebut harus didasarkan
pada situasi dan kondisi terkahir suatu pekerjaan.
Penghentian Kontrak adalah dikhirinya kewajiban kontraktual penyedia untuk
melaksanakan pekerjaan pengadaan barang/jasa oleh PPK, karena pekerjaan sudah
selesai atau terjadi keadaan kahar. Dalam hal Kontrak dihentikan, maka PPK
wajib membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah
dicapai. Penghentian kontrak karena keadaan kahar, selain pembayaran terhadap
prestasi pekerjaan juga pembayaran terhadap bahan yang sudah ada di lapangan (material
on site)
yang masih dapat dimanfaatkan.
Pemutusan Kontrak adalah dikhirinya kewajiban kontraktual oleh salah satu
(secara sepihak) atau para pihak yang terikat dalam kontrak karena para pihak
cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagaimana
diatur didalam kontrak.
Dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 beserta semua perubahannya tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditekankan bahwa PPK dapat memutuskan Kontrak
secara sepihak, apabila: 1). kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi
batas berakhirnya kontrak; 2). berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa
tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan
kesempatan sampai dengan 50  hari kalender sejak masa berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; 3). setelah diberikan
kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan; 4). Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam
melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan; 5). Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN,
kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh
instansi yang berwenang; dan/atau 7). pengaduan tentang penyimpangan prosedur,
dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa,
maka PPK melakukan tindakan berupa: 1). Pencairan Jaminan Pelaksanaan; 2). sisa
Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka
dicairkan (jika ada pencairan uang muka); 3).  Penyedia Barang/Jasa
membayar denda keterlambatan; dan 4). Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam
Daftar Hitam (black list).
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, Permen PU Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Standar Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Dan Jasa Konsultansi mengatur
tentang criteria dan tindak lanjut keterlambatan pekerjaan. Apabila penyedia
terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadual, maka PPK harus memberikan
peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis.
Kontrak dinyatakan kritis apabila: 1). Dalam periode I (rencana fisik
pelaksanaan 0% – 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat >
10% dari rencana; 2). Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% – 100%
dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat > 5% dari rencana; atau
3). Rencana fisik pelaksanaan 70% – 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan
terlambat < 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.
Pada saat kontrak dinyatakan kritis maka PPK segera menerbitkan surat
peringatan yang dilanjutkan dengan rapat pembuktian (show cause
meeting/SCM).
Dalam SCM dibahas dan disepakati besaran kemajuan fisik yang
harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (Test case/uji
coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap I. SCM dan test
case
dilakukan maksimal tiga kali. Dalam setiap uji coba yang gagal, PPK
menerbitkan surat peringatan.
Jika keterlambatan < 5% dari rencana fisik pelaksanaan 70% – 100% namun
akan melampaui tahun anggaran, maka PPK dapat langsung melakukan pemutusan
kontrak secara sepihak sebelum tahun anggaran berakhir. Pemutusan kontrak ini
dilakukan setelah PPK melakukan rapat bersama dengan atasannya.
Factor penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang umumnya terjadi
antara lain: 1). Keterlambatan PA/KPA menyusun dan mentapkan RUP (Rencana Umum
Pengadaan); 2). Keterlambatan PPK menyusun dan mentapkan rencana pelaksanaan
(Spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri, dan rancangan kontrak); 3).
Keterlambatan Pokja ULP/Panitia/Pejabat Pengadaan melakukan proses pemilihan
penyedia barang/jasa; 3). Kurangnya tindakan pengendalian kontrak oleh PPK; 4).
Kelalaian Penyedia; 5). Tindakan PA/KPA dalam menganggarkan kegiatan dalam
Perubahan APBD/APBN tanpa memperhitungkan kompleksitas suatu pekerjaan; dan 6).
Terjadi keadaan kahar berupa bencana alam, bencana non alam, dan bencana
social, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat
dipenuhi.
Memasuki awal tahun 2013 PA/KPA perlu melakukan evaluasi dan identifikasi
permasalahan terkait keterlambatan atau tidak selesainya suatu pekerjaan.
Sangat disayangkan jika suatu pekerjaan mengalami pemutusan kontrak. Selain
Penyedia dikenakan sanksi, output pekerjaan juga tidak tercapai. Tidak
jarang dampak akhirnya adalah masyarakat belum bisa memanfaatkan fasilitas yang
dibangun.
Untuk kegiatan dengan sumber dana APBN sudah ada Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 25/PMK.5/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan
Yang Dibebankan Pada DIPA Tahun Anggaran Berikutnya. Namun untuk kegiatan
dengan sumber Dana APBD, belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang tata
cara pelaksanan sisa pekerjaan yang dibebankan pada DPA tahun anggaran
berikutnya, kecuali dalam keadaan kahar.
Pemerintah Daerah sebenarnya dapat mengadopsi Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 25/PMK.5/2012 melalui Peraturan Kepala Daerah. Ada salah satu Kabupaten di
Indonesia yang mulai tahun ini mengadopsi Permenkeu tersebut dengan menerbitkan
Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan
Yang Dibebankan Pada DPA-SKPD Tahun Anggaran Berikutnya. Peraturan Kepala
Daerah dapat dijadikan solusi untuk mengatasi pekerjaan menjelang akhir tahun
anggaran.
Di penghujung akhir tahun anggaran, butuh nyali yang besar bagi seorang PPK
untuk melakukan pemutusan kontrak. Dalam kondisi tertentu, pemutusan kontrak
bukanlah sekadar suatu pilihan tetapi menjadi suatu keharusan.





No comments:

Post a Comment