Thursday, September 24, 2015

PPK Tidak Sekedar Tanda Tangan Kontrak

Awal tahun 2012  beberapa orang datang langsung berdiskusi atau
bertanya melalui telepon tentang Pengadaan Barng/Jasa khususnya mengenai
pelaksanaan kontrak.
Sebagian isi diskusi adalah menanyakan pekerjaan yang dilaksanakan
akhir tahun 2011 namun hingga tahun 2012 masih belum selesai. Ada yang
bertanya bagaimana cara pemutusan kontrak, ada yang bertanya kok bisa
terjadi padahal penawaran penyedia barang/jasa pada saat pelelangan
bagus-bagus, ada juga yang bingung bagaimana membayarnya padahal batas
akhir pembayaran hanya sampai 31 Desember.
Setelah diteliti lebih dalam, sebagian besar terjadi karena
ketidaktahuan dan kurangnya kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penyebabnya, sebagian besar menjadi PPK bukan karena memang pantas
menjadi PPK, melainkan karena menduduki jabatan eselon tertentu.
Sayangnya, banyak yang lupa, bahwa tanggung jawab PPK di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 amat berat.
Berdasarkan Pasal 11 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, tugas pokok dan kewenangan PPK adalah:
    1. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
      1. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
        1. spesifikasi teknis Barang/Jasa;
        2. Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
        3. rancangan Kontrak.
      2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
      3. menandatangani Kontrak;
      4. melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
      5. mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
      6. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
      7. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
      8. melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
      9. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
    2. Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:
      1. mengusulkan kepada PA/KPA:
        1. perubahan paket pekerjaan; dan/atau
        2. perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
      2. menetapkan tim pendukung;
      3. menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
      4. menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
Mari kita lihat satu persatu sebagian tugas pokok dan kewenangan tersebut serta apa saja yang harus diperhatikan.
Menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
PPK tidak bekerja pada akhir pengadaan. PPK sudah mulai bekerja sejak
perencanaan pengadaan. Hal ini karena PPK adalah orang yang paling
mengetahui tentang barang/jasa yang akan diadakan.
Oleh sebab itu, apabila terjadi kesalahan pada proses pengadaan
barang/jasa yang disebabkan karena kesalahan perencanaan, maka PPK juga
bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
Tanggung jawab PPK pada tahap perencanaan adalah:
  1. Spesifikasi Teknis Barang/Jasa

    Ini adalah hal yang krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam
    proses pengadaan barang/jasa. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa
    harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen
    pengadaan.

    Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan
    barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK.
    Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang,
    pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK
    tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang
    menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik
    konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

    Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada
    ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus
    dipahami oleh PPK.

    PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham
    bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh
    penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.

    Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.
  2. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

    Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa
    adalah kasus markup dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan
    HPS.

    Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami
    karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus
    mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu
    saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga
    perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi
    total harga secara keseluruhan.

    Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena
    ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia
    barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan
    harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.

    PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.

    Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
  3. Rancangan kontrak.

    Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia dengan PPK. Draft kontrak
    seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum
    memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan
    ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan
    sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah
    terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran
    penyedia.

    Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis
    kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa  dan kapan
    harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan
    lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi,
    kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal,
    kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.

    Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai
    syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap
    pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan
    pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang
    akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir
    pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas
    pembayaran KPPN.
Ini semua baru penjelasan untuk tugas pokok pertama lho 😀
Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)

PPK tidak serta merta menerbitkan SPPBJ setelah pelaksanaan
pelelangan. PPK punya hak untuk tidak sependapat atas penetapan pemenang
yang telah dilakukan oleh panitia.
Dasar SPPBJ adalah Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) yang berarti PPK wajib memahami isi dari BAHP.
Memahami isi dari BAHP apalagi berani menolak penetapan panitia
berarti PPK wajib memiliki pengetahuan terhadap proses
pelelangan/seleksi yang telah dilakukan oleh panitia. Artinya, selain
kemampuan manajerial, PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa
secara utuh dan lengkap tahap demi tahap serta memahami hal-hal apa saja
yang dievaluasi oleh panitia serta kelemahan-kelemahannya.
Inilah sebabnya, PPK wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan
barang/jasa. Bukan sekedar selembaran kertas belaka, tetapi PPK wajib
mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara detail agar dapat
menjalankan fungsi check and recheck terhadap kerja panitia dan mampu untuk menolak usulan pemenang dari panitia.
Apabila PPK tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pengadaan
barang/jasa, maka PPK cenderung hanya menjadi “tukang stempel” terhadap
hasil panitia pengadaan barang/jasa.
Menandatangani Kontrak
Kontrak adalah ikatan antara dua atau lebih pihak yang isinya mengikat kepada seluruh pihak yang menandatangani.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) menyebutkan:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;


  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu pokok persoalan tertentu;
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal
tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak
sah.
Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia
adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima
kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan
berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah
untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada
hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi
perjanjian.
Inilah pentingnya sebelum pelaksanaan penandatanganan kontrak, PPK
melaksanakan rapat persiapan terlebih dahulu agar penandatanganan
kontrak tidak sekedar seremonial belaka melainkan dipahami dan nantinya
dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa dan Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak.

Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat
para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, PPK
hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya.
Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya
memasrahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas.
Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK.
Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru
kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan.
Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila
pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.
Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember
bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi
baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum
selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember.
Malah sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi
hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat
dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan,
misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah
hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan
pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan.
Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka
klausul kontrak kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul
kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau
penyusunan draft kontrak.
Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak
seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah
tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan
gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi
masalah menjadi gelagapan dan kebingungan.
PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan
berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan. Bisa berupa kurva
S atau bentuk diagram lainnya. Pemahaman terhadap aplikasi project
(seperti MS Project) adalah nilai plus.
Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa dan
kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan
pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan

Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan
Asal Bapak Senang (ABS). PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian
antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan.
Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah
kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat
pelaksanaan.
Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus
diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus
dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan
Salah satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif.
Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa
yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa
diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check and recheck
Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia.
Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan
pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK,
sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak
dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.
Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik,
melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang
telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh
sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap
spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang
berfungsi sesuai ketentuan.
Nah, dari tulisan ini telah jelas beberapa tugas pokok dan fungsi PPK
dan jelas bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.
Oleh sebab itu, bagi SKPD  yang tidak mengangkat PPK, karena
mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun
2011, pastikan PA/KPA memahami tugas pokok dan fungsi dari PPK.
Karena, apabila PA/KPA bertindak selaku PPK, maka tugas pokok PPK juga melekat pada mereka.



No comments:

Post a Comment