Thursday, September 24, 2015

Prosedur Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Dari Segi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Berbicara mengenai Dana
Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan bagi kepala SD dan SLTP,
terkadang melahirkan beberapa perasaan, yaitu senang, bahagia, khawatir,
bahkan takut.

Mengapa 2 perasaan yang
amat bertentangan ini dapat berkumpul menjadi satu ? Karena bagi
sebagian kepala sekolah, DAK adalah anugerah namun juga bisa berubah
menjadi musibah.
DAK bidang pendidikan,
yang fungsinya menurut aturan pemerintah bertujuan untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan)
tahun di beberapa daerah menjadi ladang pemasukan atau bahkan menjadi
“ATM” pihak-pihak tertentu.
Jumlah bantuan yang
bernilai ratusan juta, dan secara nasional berjumlah 9 (sembilan)
triliun, merupakan godaan yang amat besar bagi mereka yang berkecimpung
di dalamnya.
Yang menjadi
permasalahan, DAK ini disalurkan dari pusat ke daerah dengan tujuan
akhir ke satuan pendidikan, yaitu sekolah. Kepala Sekolah sebagai
penanggung jawab administratif tertinggi pada satuan pendidikan tersebut
merupakan penanggung jawab terakhir penggunaan DAK. Namun, karena
posisi mereka yang paling terakhir inilah yang terkadang melahirkan
“musibah” bagi mereka. Karena oleh pihak-pihak tertentu yang sebagian
besar di atas mereka, DAK dipermainkan sekehendak hati dengan tanggung
jawab penuh berada di pundak kepala sekolah.
Hal
tersebut baru satu sisi dari permasalahan yang terjadi pada program DAK
bidang pendidikan lain. Sisi yang lain, coba anda tanyakan kepada siapa
saja yang bersentuhan dengan program DAK, baik tingkat pusat, propinsi,
kabupaten/kota, bahkan tingkat sekolah, bagaimana pengelolaan dan
pemanfaatan dana ini di tingkat satuan pendidikan ? Apakah pembelanjaan
harus dilaksanakan secara penunjukan langsung, pemilihan langsung, atau
bahkan pelelangan umum ?
Banyak diantara yang
pernah saya tanya secara langsung juga bingung dengan jawabannya.
Sebagian besar menjawab dengan “sesuaikan dengan juklak” atau “sesuai
Keppres No. 80”, atau “namanya juga swakelola, jadi dilaksanakan secara
swakelola.”
Sewaktu saya mengejar
dengan beberapa pertanyaan lanjutan mengenai prinsip-prinsip swakelola,
sebagian besar masih belum paham terhadap hal tersebut.
Akhirnya, masih tersisa
sebuah pertanyaan besar, yaitu “Apakah pemanfaatan DAK bidang pendidikan
harus dilaksanakan melalui tata cara pengadaan yang membutuhkan
penyedia barang/jasa atau menggunakan prosedur pembelian langsung ?”
Pada tulisan kali ini, saya mencoba untuk menyampaikan pendapat saya dalam bidang tersebut.
Dasar Hukum
Ada beberapa dasar hukum
terhadap program DAK bidang pendidikan ini, dan dasar hukum inilah yang
menjadi pokok perhatian utama untuk menjawab pertanyaan di atas.
  1. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
    • Pasal 49 ayat (3),
      menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah
      untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku”
    • Pasal 53 ayat (3)
      menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang
      berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip nirlaba dan dapat
      mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
  2. Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
    • Pasal 4 ayat (1),
      menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum
      pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan
      yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil
      usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali
      di dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau
      mutu layanan pendidikan.”
    • Pasal 40 ayat (5),
      menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang
      disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan untuk Badan Hukum Pendidikan diterima dan dikelola
      oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.

  3. Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
    • Pasal 83 ayat (1)
      menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah
      daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

  4. Dasar hukum keempat
    adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
    Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

    • Pasal 39 ayat (2),
      menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a. Pengguna
      barang/jasa; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok
      masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.”
    • Lampiran I Bab. III,
      A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan
      yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya dilakukan oleh
      penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan,
      lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha
      dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran
      ditentukan oleh instansi pemberi hibah.”
  5. Dasar hukum kelima
    adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2009
    tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah

    • Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.”
    • Pasal 33 ayat (6)
      menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah bertanggung jawab
      terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Pendidikan dan realisasi
      keuangan di satuan sekolah yang dipimpinnya.”
    • Pasal 33 ayat (7)
      menentukan: Pelaksanaan program kegiatan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh sekolah selaku penerima hibah
      dengan melibatkan komite sekolah.”

  6. Dasar hukum keenam
    adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 5 Tahun
    2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK)
    Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010

    • Pasal 3 menentukan:
      “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diarahkan untuk pembangunan
      ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB dan SMP, pengadaan meubelair
      perpustakaan SD/SDLB dan SMP, penyediaan sarana penunjang peningkatan
      mutu pendidikan SD/SDLB dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB)
      SMP, dan rehabilitasi ruang kelas (RRK) SMP.
    • Lampiran 1, II, C, 7
      menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diberikan
      secara langsung dalam bentuk hibah kepada satuan pendidikan (SD/SDLB
      dan SMP) dan dilaksanakan secara swakelola, dengan melibatkan Komite
      Sekolah dan partisipasi masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian
      integral dari sistem manajemen berbasis sekolah (MBS).

  7. Dasar hukum ketujuh
    adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
    dan Menengah (Mandikdasmen) No. 698/C/KU/2010 perihal Tata Cara
    Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran
    2010.
Nah dari semua dasar
hukum ini, bagaimana proses DAK Bidang Pendidikan ini, khususnya bila
ditinjau dari segi pengadaan barang/jasa pemerintah ?
Prosedur Pengadaan pada DAK
Saya secara pribadi
sudah beberapa kali bertanya kepada berbagai pihak mengenai DAK Bidang
Pendidikan, khususnya dalam kaitan pengadaan barang/jasa. Namun,
sebagian besar jawaban yang diberikan bersifat ragu-ragu, apalagi jika
dikejar lebih jauh sampai ke tataran teknis.
Namun, dari sekian banyak jawaban yang diberikan, ada beberapa hal yang merupakan pendapat umum di lapangan. Yaitu:
  • DAK bidang pendidikan itu adalah blockgrant yang diberikan kepada sekolah, dan pelaksanaannya harus lelang;
  • DAK dilaksanakan
    dengan cara swakelola namun apabila ada tahapan yang membutuhkan
    penyedia barang/jasa, harus dilaksanakan sesuai Keppres 80.
  • Sekolah tidak boleh menunjuk perusahaan tertentu untuk mengerjakan pekerjaan yang dibiayai dari DAK bidang pendidikan
  • Sekolah tidak boleh belanja langsung untuk membeli kebutuhan yang dipersyaratkan di dalam juknis DAK
Apakah semua pendapat itu benar ? Mari kita coba kupas satu persatu berdasarkan hukum yang telah disebutkan di atas.
  1. DAK bidang pendidikan adalah HIBAH yang diberikan kepada sekolah (UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 9 Tahun 2009, dan PP No. 48 Tahun 2008)
  2. Sekolah berhak untuk
    mengelola dana hibah secara MANDIRI sesuai dengan aturan pemberi hibah
    (UU No. 20 tahun 2003 dan Permendagri No 20 Tahun 2009)
  3. Pengelolaan dana hibah
    dilaksanakan secara SWAKELOLA (UU No. 20 Tahun 2003, Keppres No. 80
    Tahun 2003, Permendagri No. 20 Tahun 2009, dan Permendiknas No. 5 Tahun
    2010)
Nah, apa makna dari Swakelola itu ?
Swakelola adalah
pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri
(Keppres No. 80 tahun 2003 Pasal 39 Ayat 1)”
Apakah Swakelola harus
menggunakan metode pengadaan sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003, yaitu
lelang/seleksi umum, lelang/seleksi terbatas, pemilihan/seleksi
langsung, atau penunjukan langsung ?
Disinilah sering terjadi
salah kaprah terhadap swakelola. Banyak yang beranggapan bahwa semua
swakelola itu hanya dalam proses pekerjaannya saja, sedangkan apabila
ada proses pengadaan di dalamnya, maka harus kembali kepada
aturan-aturan pengadaan.
Yang harus diperhatikan baik-baik adalah, swakelola itu terdiri atas 3 jenis, yaitu:
  1. Swakelola oleh pengguna barang/jasa
  2. Swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana
  3. Swakelola oleh penerima hibah
Setiap jenis swakelola mengambarkan institusi penyelenggara.
Swakelola oleh pengguna
barang/jasa adalah swakelola yang dilaksanakan oleh pemilik anggaran,
seperti Dinas Pendidikan, Universitas, LPMP, dan lain-lain. Sedangkan
swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana adalah swakelola
yang dilaksanakan bukan oleh pemilik anggaran. Contohnya adalah
institusi negeri yang menerima bantuan dana melalui APBN.
Swakelola oleh penerima
hibah adalah swakelola yang dilaksanakan oleh institusi non pemerintah
yang memperoleh anggaran dari APBN/APBD.
Pengertian lebih detail dapat dibaca pada Lampiran 1 Keppres No. 80 Tahun 2003 Bab III, A, 2, a sampai c.
Kalau begitu, bagaimana posisi DAK Bidang Pendidikan ini ?
Melihat dasar hukum di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa DAK Bidang Pendidikan masuk pada 2
pengertian Swakelola, yaitu swakelola jenis ke 2 dan swakelola jenis ke 3
berdasarkan penerimanya.
  1. Penerima DAK Bidang Pendidikan yang berupa institusi negeri, seperti SD/SDLB dan SMP Negeri Swakelola
    oleh pengguna barang/jasa dan swakelola oleh instansi pemerintah lain
    non swadana harus menggunakan metode pengadaan sesuai Keppres No. 80
    Tahun 2003 apabila di dalam proses swakelola terdapat pengadaan bahan,
    jasa lainnya, peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan
    oleh panitia.



    Namun, yang menjadi kendala adalah pada proses pengadaan harus
    dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan, sedangkan sesuai Keppres
    No. 80 Tahun 2003 Pasal 10 Ayat (4) butir (f), bahwa salah satu
    persyaratan panitia/pejabat pengadaan adalah memiliki sertifikat
    keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.

    Patut diketahui, penerima DAK bidang pendidikan ini adalah sekolah
    yang sudah bisa dipastikan banyak yang belum memiliki tenaga
    bersertifikat pengadaan barang/ jasa.


    Jalan keluarnya, setelah berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan
    Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah bekerjasama dengan Unit
    Layanan Pengadaan (ULP) yang terletak di Kabupaten/Kota.


    ULP Kabupaten/Kota dapat
    melakukan pengadaan dengan 2 cara, yaitu dengan menyatukan seluruh
    pengadaan dalam satu paket dan distribusi kontrak serta hasil dilakukan
    per-lokasi, atau melakukan pengadaan berdasarkan lokasi. Artinya, bisa
    saja akan ada 2 jenis pengadaan, yaitu pengadaan bersama dan pengadaan
    per-sekolah yang semuanya dilakukan oleh ULP setempat.Karena pendanaan
    berada di Sekolah, maka yang menjadi PPK adalah pejabat pada sekolah
    tersebut. Kepala Sekolah adalah Pengguna Anggaran dan membuat SK
    penunjukan PPK yang akan menangani pengadaan barang/jasa di sekolah
    tersebut. PPK inilah yang akan menyetujui dokumen pengadaan serta
    menandatangani kontrak pengadaan (apabila ada) dengan penyedia
    barang/jasa. Walaupun pada Keppres No. 80 tahun 2003, PPK juga
    diwajibkan untuk bersertifikat ahli pengadaan barang/jasa, namun menurut
    Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 02/SE/KA/2010 Tanggal 11 Maret 2010
    disebutkan bahwa PPK yang berada di Propinsi dan Kabupaten diwajibkan
    memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pada tanggal 1 Januari 2012.
    Jadi, untuk tahun ini dan tahun depan masih dimungkinkan PPK belum
    bersertifikat pada lingkup propinsi dan kabupaten/kota.

    Ini memang merupakan sebuah pekerjaan rumah yang amat besar, utamanya
    mensosialisasikan proses pengadaan barang/jasa sesuai Keppres No. 80
    Tahun 2003 kepada seluruh sekolah negeri di Indonesia.



  2. Penerima DAK Bidang Pendidikan yang berupa institusi masyarakat, seperti SD/SDLB dan SMP Swasta



    SD/SDLB dan SMP swasta termasuk ke dalam Swakelola jenis ke 3 yang
    menurut Lampiran I Keppres No 80 Tahun 2003 Bab III, A, 1, c adalah
    jenis swakelola yang proses pengadaan barang, jasa lainnya,
    peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan, dilakukan
    sendiri oleh penerima hibah.
    Disini terlihat dengan jelas bahwa berapapun nilai pengadaannya, maka
    proses pengadaannya dilaksanakan sendiri oleh penerima hibah.Jadi,
    misalnya ada pengadaan buku, maka penerima hibah atau sekolah dapat
    datang langsung ke toko buku dan membeli buku-buku yang dibutuhkan
    sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat oleh pemberi hibah.
    Proses pertanggungjawaban keuangan cukup dengan kuitansi yang
    dikeluarkan oleh toko buku yang selanjutnya dibuat dan dirangkum dalam
    bentuk laporan. Demikian juga dengan pengadaan lainnya.


    Tapi, bukan berarti penerima hibah bisa seenaknya membelanjakan dana
    yang diperoleh dari program DAK bidang pendidikan, karena sesuai dengan
    Permendagri No. 20 Tahun 2009, tanggung jawab berada di pundak kepala
    sekolah untuk membelanjakan dana sesuai dengan petunjuk pelaksanaan.


    Juga dalam pelaksanaannya, sekolah wajib melibatkan komite sekolah
    dan masyarakat sekitar sekolah sesuai dengan Permendiknas No. 5 Tahun
    2010.Jadi, tidak ada penunjukan langsung, pemilihan/seleksi langsung,
    pelelangan/seleksi umum dalam proses DAK bidang pendidikan di sekolah
    pada jenis swakelola ini. Tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan
    kepada sebuah perusahaan atau institusi di luar sekolah, karena proses
    swakelola oleh penerima hibah harus dilaksanakan sendiri oleh penerima


Semoga tulisan ini memberikan pencerahan dan dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

No comments:

Post a Comment